Bagaimana Islam Memandang Kebiasaan Makan Sambil Berbicara? Simak Penjelasan Berikut

Senin 04 Nov 2024 - 02:56 WIB
Reporter : fahmi
Editor : syariah m

radarbengkulu.bacakoran.co - Islam merupakan suatu tatanan yang luas dan mengatur banyak aspek kehidupan manusia. Termasuk perkara sederhana seperti adab ketika makan.

Dilansir dari Liputan6.com tersedianya makanan yang siap untuk disantap merupakan rezeki dan nikmat yang patut disyukuri. Sebab mungkin banyak di antara kita yang harus bekerja sangat keras demi mendapatkan makanan untuk dirinya dan keluarga. 

Oleh karena itu, ketika menghadapi makanan sebaiknya juga memperhatikan sejumlah hal sebagai bentuk syukur atas banyak nikmat yang telah diterima.

BACA JUGA:Waspada Kemakan Hoax! Begini Tips Membentuk Karakter Yang Kuat di Era Teknologi Semakin Keren dan Canggih

BACA JUGA:Tahu Susu Cihuni, Makanan Tradisional Sumedang Bandung Yang Gurih, Enak dan Lembut

Ketika menyantap makanan misalnya ada beberapa adab yang telah diatur dalam ajaran Islam. Dengan memperhatikan adab tersebut, seseorang tidak hanya mendapat pahala tapi juga mendapat kesan yang baik di mata orang lain.  

 

Dari hal yang sederhana seperti memuji makanan yang dihidangkan termasuk salah satu adab yang dianjurkan. Dalam hal ini Rasulullah pernah memuji makanan yang ia makan walau hanya sebatas lauk cuka yang bisa dibilang lauk paling sederhana.  

 

Hal tersebut dijelaskan dalam hadis riwayat sahabat Jabir berikut, dikutip dari laman NU Online

 

Diriwayatkan dari sahabat Jabir bin Abdillah bahwa Nabi Muhammad SAW meminta pada keluarganya lauk-pauk, lalu keluarga beliau menjawab: Kami tidak memiliki apa pun kecuali cuka. Nabi pun tetap meminta cuka dan beliau pun makan dengan (campuran) cuka, lalu beliau bersabda: Lauk yang paling baik adalah cuka, lauk yang paling baik adalah cuka. (HR. Muslim)

 

Tujuan Rasulullah mengucapkan hal itu tak lain merupakan wujud menggembirakan kepada orang-orang yang makan, terlebih kepada orang yang memberinya lauk cuka tersebut yang dalam hal ini adalah keluarganya sendiri. Dalam menjelaskan hal ini, Imam Nawawi dalam mensyarahi hadis di atas mengungkapkan: 

 

Kategori :