Kedua, As-Syukru bil jinan/bil-qolbi (bersyukur denganhati).
Hati kita selalu merasa gembira, ridho dan qona'aah (menerima karunia Allah SWT apa adanya), baik besar maupun kecil, bagus atau pun buruknya nikmat, tidak dipersoalkan. Yang dilihat adalah Sang pemberi nikmat yang maha adil lagi maha bijaksana dalam pembagian rezeki, serta maha mengetahui apa saja yang maslahat buat hamba-hambaNya.
Hati kita harus meyakini bahwa apa saja nikmat yang sampai pada kita hakikatnya semuanya itu berasal dari Allah SWT.
Sebagaimana firman Allah dalam Al-Qur’an surah AnNahal ayat 53 yang artinya : “Segala nikmat yang ada padamu (datangnya) dari Allah.
Kemudian, apabila kamu ditimpa kemudaratan, kepada-Nyalah kamu meminta pertolongan." (Q.S. an-Nahl : 53)
Ketiga, As-Syukru bil Arkan (bersyukur dengan anggota tubuh atau perbuatan). Yaitu bersyukur dengan mengerahkan segala potensi jasmaniah untuk menjalankan ibadah serta menggunakan segala anggota tubuh kita untuk menebar manfaat bagi agama bangsa dan negara. Ibadah yang dilakukan tidak terbatas pada ibadah ritual saja seperti shalat, puasa, haji, berdzikir, membaca Al-Qur’an dan semacamnya, namun juga menyentuh ibadah sosial seperti silaturrahmi, menyebarkan ilmu, berjihad, mencari nafkah halal, dan sebagainya.
Keempat, As-Syukru bil Maal (bersyukur dengan harta), yaitu bersyukur atas nikmat harta yang telah dititipkan Allah SWT, menggunakan harta untuk memenuhi hal-hal yang wajib, sunnah dan diperbolehkan oleh syara’, juga mendukung dan memperlancar kebaikan.
Bentuknya bisa berupa pemberian zakat, infaq, sedekah, hibah, wakaf, hadiah, dan sejenisnya untuk menyantuni fakir miskin, membangun tempat ibadah, pendidikan (pondok pesantren, madrasah, majlis taklim, rumah tahfidz), kesehatan (rumah sakit, puskesmas) maupun sosial (panti sosial, rumah yatim) dan semacamnya.
Jamaah Shalat Jumat yang berbahagia,
sebagai penyempurnah khutbah kita pada hari ini kita tutup dengan sebuah kisah di zaman Nabi Musa AS, yaitu kisahnya sepasang suami istri hidup dengan penuh kemiskinan dan mereka menghadapinya dengan penuh kesabaran dan rasa syukur. Karena mereka menjadikan sabar dan syukur atas nikmat Allah SWT, maka Allah SWT pun melipatgandakan nikmat mereka. Hal ini sebagai bukti bahwa kalau kita bersyukur maka Allah SWT akan memberikan hikmah atas nikmat yang kita syukuri tersebut. Sesuai dengan firman Allah SWT dalam surah Ibrahim ayat 7 yang artinya :
“(Ingatlah) ketika Tuhanmu memaklumkan,
“Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Akuakan menambah (nikmat) kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), sesungguhnya azab-Ku benar-benar sangat keras.”(Q.S. Ibrahim :7
Kisah tersebut berawal, tatkala mereka sedang beristirahat, sang istri bertanya kepada suaminya : “Wahai suamiku, bukankah Musa adalah seorang Nabi ?”.
Lalu sang suami menjawab : “Ya, benar”.
Sang istri berkata lagi : “Kenapa kita tidak pergi saja kepadanya untuk mengadukan kehidupan kita yang penuh dengan kemiskinan dan memintanya agar ia berbicara kepada Tuhan-nya ? Agar Dia Menganugerahkan kepada kita kekayaan”.
Akhirnya mereka mengadukan kemiskinannya kepada Nabi Musa As, lalu Nabi Musa pergi Menghadap Allah SWT dan Menyampaikan keadaan keluarga tersebut, dan Allah SWT Berkata kepada Musa :