3. Charlie Safitri, SH, dari DPC Peradi Bengkulu.
Dalam kesempatan tersebut, Sekretaris DP3APPKB Provinsi Bengkulu, Ibrahim Daud, S.Pd, yang mewakili Kepala Dinas P3APPKB Provinsi Bengkulu, Drs. Eri Yulian Hidayat, M.Pd, menekankan pentingnya perlindungan terhadap perempuan dan anak dari berbagai tindak kekerasan dalam upaya mencapai tujuan pembangunan nasional.
BACA JUGA:DP3AP2KB Gelar Sosialisasi Strategi Penanganan Kekerasan Terhadap Perempuan dan TPPO
BACA JUGA:Peningkatan Kapasitas dan Kualitas Pendidikan Perempuan Dalam Membentuk Karakter Keluarga
Ia mengungkapkan data dari Survei Nasional Pengalaman Hidup Anak dan Remaja (SNPHAR) Tahun 2021 yang menunjukkan bahwa 4 dari 10 anak perempuan dan 3 dari 10 anak laki-laki berusia 13-17 tahun pernah mengalami kekerasan dalam bentuk apapun.
“Berdasarkan data sistem informasi online perlindungan perempuan dan anak (SIMFONI PPA), tercatat dari Januari hingga November 2023 terdapat 15.120 kasus kekerasan terhadap anak,” jelas Ibrahim.
“Ini menunjukkan bahwa pemerintah Indonesia perlu dan wajib melakukan upaya-upaya untuk menyediakan perlindungan bagi perempuan dan anak,” tambahnya.
Ibrahim juga menekankan pentingnya kolaborasi antara berbagai pihak. Termasuk guru, orang tua, dan masyarakat, dalam pencegahan kekerasan terhadap anak.
“Kegiatan ini diharapkan dapat membuka wacana dan wawasan kepada anak-anak, serta mencegah timbulnya kekerasan di lingkungan pendidikan,” ujar Ibrahim.
Dalam materi yang disampaikan Iptu Fredi dari Polda Bengkulu menjelaskan pentingnya perlindungan hukum dalam penanganan kekerasan terhadap perempuan dan anak.
Ia menjelaskan bahwa anak merupakan amanah yang harus dijaga, dan penting untuk memberikan perlindungan hukum yang sesuai untuk mencegah kekerasan.
BACA JUGA:5 Alasan Mengapa Durasi Tidur Perempuan Lebih Lama Dibanding Laki-laki, Ini Alasannya
Fredi juga menjelaskan faktor penyebab kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), di antaranya budaya patriarki yang kuat, kesalahpahaman mengenai esensi agama, serta rendahnya pendidikan perempuan.
Sementara itu, Wendri Surya membahas dampak psikologis dari kekerasan terhadap anak, termasuk trauma, depresi, dan kesulitan dalam menjalani proses belajar.
Dia menyatakan bahwa pemulihan bagi anak yang menjadi korban kekerasan memerlukan pendekatan khusus, dan pendampingan yang intensif sangat dibutuhkan, terutama bagi anak-anak yang masih dalam tahap perkembangan.