AKHIRNYA dia menulis kondisi terakhir tubuhnya. "Saya telah menghadapi usia tua. Dan akhirnya saya harus menerima kemerosotan fisik yang tak terhindarkan. Ini akan terus berlanjut sampai saya mati…".
Yang menulis di Facebook itu akhirnya meninggal dunia. Rabu kemarin. Dia adalah Lee Wei Ling. Umurnya 69 tahun. Anda sudah tahu siapa dia: putri Lee Kuan Yew, bapak pendiri Singapura.
Dia adalah ''sendang'' diapit ''pancuran''. Satu-satunya putri dari tiga bersaudara. Kakak adiknya pancuran: laki-laki. Hanya dia yang sendang –telaga.
Menurut kepercayaan Jawa ''sendang diapit pancuran'' seperti itu bisa bernasib jiong: dimakan batara Kala. Harus diruwat. Agar tidak sial dalam hidupnya.
Lee Wei Ling bukan orang Jawa. Dia keluarga Tionghoa dari suku Hakka. Tidak ada istilah sendang dan pancuran di suku itu.
Wei Ling tumbuh menjadi wanita yang rasional. Semua hal harus berdasarkan ilmu pengetahuan.
Dia boleh dibilang anak perempuan yang tomboy. Bengal. Keras kepala. Umur 15 tahun sudah di level ban hitam di karate. Wei Ling juga pelari maraton.
Dia memang gila olahraga. Juga gila ilmu. Hebat segala-galanya. Otaknya sangat cerdas.
Saat tamat SMA Wei Ling menjadi lulusan terbaik di seluruh Singapura. Saat lulus fakultas kedokteran di University of Singapore (kini jadi National University of Singapore) dia juga lulusan terbaik.
Atas kenyataan hari tuanya itu Wei Ling meneruskan tulisannya di Facebook: Saya hanya akan menerima kemerosotan fisik itu dengan syarat. Yakni setelah betapa pun kerasnya usaha saya untuk mengatasinya tidak dapat mempertahankan kondisi melemahnya tubuh saya."
Artinya: Wei Ling tidak mau menyerah begitu saja. Tapi sakitnya memang sulit diobati, pun di Singapura. Dia menderita sakit yang disebut "progressive supranuclear palsy.''
Badannya melemah. Geraknya melambat. Dia sampai terjatuh saat jalan-jalan di taman. Tulang pahanya patah.
Saya menghubungi dokter ahli syaraf di Surabaya: Dr dr Muhammad Faris SpBS. Apakah penyakit itu sering ia temui di Indonesia.
"Kasus ini cukup jarang. Bisa karena pasien tidak terdiagnosis atau hal lainnya," ujar dokter Faris. "Saat ini dikatakan sulit disembuhkan. Pengobatannya lebih bersifat menghambat progresivitas. Juga mencegah agar tidak mudah terjadi komplikasi," tambahnya.
Ia doktor syaraf yang menjadi menantu guru besar ahli syaraf Prof Hafidz yang ikut demo pemecatan dekan fakultas kedokteran Unair tempo hari.