Khatib : Dr. H. Rozian Karnedi, M.Ag
(Dosen dan Direktur Ma’had al-Jamiah UIN FAS Bengkulu, Ketua Komisi Informasi dan Komunikasi MUI Provinsi Bengkulu) Dari : Masjid Besar Jami' Babussalam, Jalan P. Natadirja KM.8 Kelurahan Jalan Gedang, Kecamatan Gading Cempaka, Kota Bengkulu Ma’asyiral Muslimin Jamaah Jumat Rahimakumullah Suatu hari Ketika Rasulullah SAW sedang memberikan tausiyah kepada para sahabat dalam suatu majelis ilmu, tiba-tiba masuklah seorang laki-laki yang berpakaian serba putih dan rambut sangat hitam. Laki-laki tadi langsung duduk didepan Rasulullah kemudian bertanya dan mewawancarai Rasulullah. Diantara pertanyaan yang diajukan tersebut adalah: WAHAI MUHAMMAD, KAPAN DATANGNYA HARI KIAMAT ?. Rasulullah menjawab pertanyaan yang terkesan politis ini dengan jawaban politis pula, yakni: “ Yang bertanya lebih mengetahui jawabannya dari pada saya yang ditanya, akan tetapi aku hanya diberitahu oleh Allah tentang tanda-tanda kiamat akan terjadi. Yakni : APABILA BUDAK WANITA SUDAH MELAHIRKAN TUANNYA, DAN APABILA PENGEMBALA ONTA YANG BODOH-BODOH SUDAH DUDUK DI ISTANA. Kemudian laki-laki yang bertanya tadi tiba-tiba menghilang dan para sahabat berusaha mencari atau mengikuti orang itu, namun para sahabat tidak berhasil menemukannya. Rasulullah bertanya:” Wahai para sahabatku, tahukah kamu siapa orang yang bertanya tadi ? Para Sahabat menjawab:” Allah dan Rasul-Nyalah yang lebih mengetahui.” Rasulullah bersabda, laki-laki yang bertanya tadi adalah Malaikat Jibril. Dia sengaja datang untuk mengajarkan ajaran agama kepada-MU.” (HR. Imam Bukhari dan Muslim) Yang dimaksud dengan budak wanita telah melahirkan tuannya adalah ; orang tua sudah diperlakukan seperti budak oleh anaknya sendiri. Sedangkan maksud pengembala onta yang bodoh-bodoh sudah duduk di istana adalah : APABILA YANG JADI PEMIMPIN ADALAH ORANG YANG TIDAK BERKUALITAS, ORANG YANG LEMAH (BODOH), ATAU TIDAK PROFESIONAL. Dari kisah di atas terdapat dua kesimpulan /ibroh yang dapat diambil. Yakni: 1. Pentingnya Kepemimpinan Secara tersirat hadis di atas menjelaskan bahwa keberadaan atau kedudukan kepimpinan dalam Islam sangat penting dan harus ada. Karena memilih dan mengangkat pemimpin adalah kewajiban. Karena itu umat Islam tidak boleh GOLPUT. Umat Islam harus menggunakan hak suaranya untuk mengangkat pemimpin. Dalam pandangan Islam; MEMILIH PEMIMPIN ADALAH IBADAH. Adapun dalil-dalil penguat dari pernyataan di atas adalah: a. Terdapatnya hadis Nabi yang menyatakan bahwa: ”Apabila kalian akan bersafar (musafir) sejumlah tiga orang, maka hendaklah kalian menunjuk salah seorang diantara kalian untuk menjadi pemimpin (amirussafar). Hal ini tentu saja lebih wajib lagi dalam kehidupan berbangsa dan bermasyarakat. b. Ketika Rasulullah wafat, para sahabat langsung berkumpul di Saqifah Bani Sa’idah untuk bermusyawarah atau memilih pemimpin. c. Perkataan Ibnu Taimiyah bahwa: “hidup enam puluh tahun dibawah pemimpin yang zalim lebih baik dari pada satu malam tanpa pemimpin.” 2. Hendaklah memilih pemimpin yang Berkualitas (baik, idaman, sejati). Jangan memilih pemimpin yang tidak berkualitas atau bodoh seperti “pengembala onta yang bodoh-bodoh” yang disindir Nabi dalam hadis di atas. Pemimpin yang baik atau berkualitas akan selalu takut kepada Allah, cinta rakyat, memikirkan kesejahteraan masyarakat, mengayomi dan melindungi. Bukan sebaliknya menyengsarakan rakyat. Dalam arti kebijakannya tidak berpihak kepada rakyat. Hadis di atas sebenarnya mengingatkan kepada umat Islam agar memilih pemimpin yang berkualitas. Pemimpin yang baik dan memilki hati yang ikhlas untuk mengantarkan umat ini kepada kebahagian dunia dan akhirat. Ketika memilih pemimpin hendaklah lebih mengedepankan aspek rasional ketimbang aspek emosional semata. Bagaimana keriteria pemimpin idaman/sejati/ yang layak dijadikan pemimipin?. Untuk menjawab pertanyaan tersebut mari kita simak firman Allah dalam QS. Al-Qoshosh 26 yang artinya: ''Salah seorang dari putri Nabi Syua’ib berkata: "Ya bapakku ambillah ia (Musa) sebagai seorang pekerja atau petugas, karena sesungguhnya orang yang paling baik untuk dijadikan petugas ialah orang yang kuat lagi dapat dipercaya". Ayat di atas memberikan isyarat bahwa orang layak atau pantas untuk dijadikan pemimpin atau diberi amanah adalah orang yang KUAT dan TERPERCAYA. Kuat merupakan syarat utama kelayakan seorang pemimpin karena pemimpin yang kuat lebih dicintai dari pemimpin yang lemah. Ada tiga kekuatan yang perlu dimiliki oleh seorang pemimpin yakni: 1. Qawiyyul Afkar, artinya kuatnya keilmuan, pendidikan, pengalaman, atau keahlian yang dimilki sehingga seorang pemmpin tersebut mengerti tugas pokok yang akan dilaksanakannya. Atau dalam bahasa lain adalah pemimpin yang profesional di bidangnya. Rasulullah bersabda:” Apabila suatu urusan sudah dipegang oleh yang bukan ahlinya, maka tunggulah kehancuran.” ( HR: Bukhari). Allah berfirman yang artinya: ''Hendaklah semua orang berkerja sesuai dengan bidang, keahlian dan profesinya. Maka Tuhanmu lebih mengetahui siapa yang lebih benar jalannya. '' (QS: al-Isra: 84). 2. Qawiyyusysyu’ur, artinya kuatnya empati atau kedekatan hatinya kepada rakyat. Artinya, seorang pemimpin yang sejati adalah orang yang merakyat. Sangat dekat dengan rakyat dan mencintai umat ini. Atau dalam bahasa lain pemimpin yang sejati adalah orang yang peduli dengan rakyat. Namun kedekatan dan kepedulian terhadap rakyat tersebut hendaklah merupakan tipe atau akhlak yang sudah melekat pada dirinya. Bukan kedekatan tersebut muncul menjelang waktu-waktu tertentu saja. 3. Qawiyyul Jasad, artinya adalah kuatnya fisik. Pemimpin yang sejati adalah pemimpin kuat fisiknya, sehat panca inderanya, dan terbebas dari cacat yang dapat mengganggu kepemimpinannya. Atau dalam bahasa lain pemimpin hendaklah orang enerjik, tegas, dan pemberani. Sedangkan TERPERCAYA, artinya amanah, jujur dan aman. Maksudnya adalah aman dari berbagai kasus yang menimpa dirinya, sehingga dia bisa memberikan rasa aman kepada rakyatnya. Keriteria lain dari pemimpin yang baik adalah bersikap religius dan memperhatikan ekonomi umat dan memberikan keamanan kepada masyarakat. Sebagaimana firman Allah berikut yang artinya:“(Yaitu) orang-orang yang jika Kami beri kedudukan di bumi, mereka melaksanakan salat, menunaikan zakat, dan menyuruh berbuat yang makruf dan mencegah dari yang mungkar; dan kepada Allah-lah kembali segala urusan.” (QS Al-Hajj: 41) Artinya : “Maka hendaklah mereka menyembah Tuhan Pemilik rumah ini (Ka'bah), yang telah memberi makanan kepada mereka untuk menghilangkan lapar dan mengamankan mereka dari ketakutan.” ( QS. Al-Quraisy: 1-3). Semoga pemimpin yang terpilih dimasa yang akan datang adalah pemimpin sejati yang mampu mengantarkan rakyat kebahagiaan dunia dan akhirat.(ae4)
Kategori :