Sukir akhirnya bersekolah di SMA PGRI Batu. Di sana, kepintarannya dalam fisika mulai bersinar, membawa tim sekolahnya meraih kemenangan dalam lomba cerdas cermat, mengalahkan sekolah-sekolah negeri ternama pada saat itu.
Setelah lulus SMA, Sukir sempat merantau ke Jakarta untuk mencari beasiswa. Meskipun gagal dalam seleksi akhir beasiswa, ia tidak patah semangat. Sukir bekerja keras sebagai operator mesin pemintal benang selama satu tahun, sebelum akhirnya diterima di Jurusan Fisika Universitas Brawijaya. Semasa kuliah, ia juga tetap berdagang, mengumpulkan pundi-pundi rupiah, serta mempertebal tekad untuk terus belajar dan mengubah nasib.
“Saya sempat cuti kuliah selama satu tahun untuk bertemu dengan keluarga dan menabung,” kenang Sukir.
Kegigihannya membuahkan hasil, dan ia berhasil meraih gelar sarjana, lalu melanjutkan pendidikan hingga jenjang S3 dengan beasiswa.
Semua studinya berpusat pada Gunung Api, seiring dengan kehidupan sehari-harinya di Batu Malang yang memang dekat dengan salah satu Gunung Api terbesar di Jawa, yaitu Gunung Semeru.
"Indonesia ini dekat dengan gunung api, tapi justru belum banyak orang belajar tentang gunung api. Di jurusan saya, Fisika, juga gunung api waktu itu masih sedikit peminatnya," ungkap Sukir.
Ketekunan meneliti gunung api membawa karir akademis Prof. Sukir semakin gemilang.
Ia terlibat dalam berbagai penelitian di dalam dan luar negeri, termasuk proyek GFZ Jerman, Pennsylvania University, MBKM Semeru, serta mengajar mitigasi bencana ke seluruh lapisan masyarakat Indonesia di berbagai kesempatan, mulai dari orang dewasa hingga anak-anak.
Dedikasinya terhadap ilmu pengetahuan membawanya menjadi salah satu peneliti terkemuka di bidang vulkanologi dan geothermal, memberikan kontribusi besar bagi mitigasi bencana alam di Indonesia.
"Dari hasil hibah dan penelitian tersebut, saya juga bisa membantu pendidikan dan memberikan beasiswa kepada ratusan anak sepanjang karir saya, untuk studi S1, S2, bahkan S3, yang berminat di bidang kegunungapian dan bergabung di laboratorium saya di Universitas Brawijaya," ungkapnya.
Disamping kesibukannya meneliti tentang gunung api, berdagang di Batu Malang tetap ia lakoni hingga kini. Namun Sukir tak lagi berjualan dawet. Warung Bu Sukir, yang dikelola istri, menjajakan soto seger dan berbagai jajanan pasar di tengah sejuknya Kota Batu.
BACA JUGA: PATAMI Grup Maybank naik 9,0% menjadi RM5,02 miliar pada Paruh Pertama 2024
Warung ini berlokasi tak jauh dari Stadion Kota Batu, dan menjadi salah satu destinasi yang banyak dikunjungi warga untuk menikmati kuliner. Bangunan warung ini juga terdiri atas beberapa tingkat, dan memiliki pemandangan indah.
"Kalau pagi, warung ini rame sekali karena banyak jajanan pasar yang digemari warga sekitar dan harganya terjangkau,” lanjut Sukir.
Atas pengalamannya tersebut, Sukir mengajak generasi muda adalah untuk tidak pernah patah semangat dalam mengejar mimpi. "Selama masih dalam jalan yang benar, teruslah berusaha. Pasti ada jalan!," tandasnya.