Tiga Nilai Kebaikan Dari Keluarga Ibrahim

Minggu 16 Jun 2024 - 22:25 WIB
Reporter : Adam
Editor : Azmaliar

Terkait ini, mari sejenak kita mengingat kembali. Boleh jadi ada diantara kita yang pernah kecewa, berkeluh kesah hingga marah kepada Allah karena tidak mendapatkan apa yang diinginkan. Tanpa disadari, kita seakan memaksa Tuhan mengabulkan keinginan, mendikte Allah agar mengabulkan doa. Padahal Allah Maha Tahu yang terbaik buat kita. Allah tidak mengabulkan apa yang menjadi keinginan, tapi Allah berikan sesuai kebutuhan. 

Dengan demikian, selaku orang beriman, bahwa setiap yang berlaku dalam kehidupan, tidak berlepas dari Yang  Maha Rahman. Karena tidak mungkin sesuatu terjadi, kecuali Allah yang menghendaki.  Karena Takdir Allah tidak salah, melainkan kita yang salah dengan penerimaannya. Boleh jadi sesuatu yang ditimpakan tak baik menurut kita, tapi ternyata  baik di mata Allah. Begitupulah boleh jadi yang baik menurut kita, ternyata tidak baik menurut Allah. 

Allah menegaskan dalam QS. Al-Baqarah: 216 yang artinya: “Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.” 

Jamaah kaum muslim yang berbahagia

Kedua,  Berkurban di dunia untuk kehidupan akhirat. Tidak jarang manusia begitu luar biasa untuk menguasai dunia, mati-matian untuk mendapatkan dunia, tapi setengah hati bahkan abai untuk akhiratnya. Tidak sedikit manusia berjuang untuk hidup enak, tapi jarang berjuang bagaimana mana nanti matipun enak. Kalaulah berharap dunia ini memberikan kebahagiaan, mengapa tidak berharap di akhirat juga bertabur kebaikan. Kalau berkurban untuk dunia mudah, mengapa ketika berkurban untuk kebaikan di akhirat malah ogah. 

Ketika diminta sedekah susah, ditanya zakat harta malah marah. Ketika merokok tiap hari bisa, jika dikalkulasi setahun bisa lebih dari 5 juta, lalu menjadi peserta kurban kenapa tidak pernah? 

Ingatlah, bukankah setiap yang berkaitan dengan kehidupan dunia, pasti sifatnya sementara. Sebaliknya, kehidupan diakhirat, maka berlaku hukum selamanya. Lalu mengapa kita masih terjebak untuk mendapatkan kesuksesan sementara dan  melupakan kesuksesan selamanya? Bukankah dunia ini sebentar saja. Sakit sehatnya, sempit lapangnya, pendek panjangnya, tebal tipisnya, hitam putihnya, tua mudanya? Bahkan kehidupan dunia dengan segala isinya adalah fana, hanya Allah yang kekal selamanya.

 Allah berfirman dalam QS. Al-Rahman: 26-27 yang artinya: “Semua yang ada di bumi itu akan sirna. Dan tetap kekal Wajah Tuhanmu yang mempunyai kebesaran dan kemuliaan.”

Bahwa ibadah kurban merupakan warisan dari napak tilas dan sejarah penting Nabi Ibrahim AS dan Nabi Ismail AS. Ibadah kurban mengandung unsur kepasrahan dan ketundukan seorang hamba kepada Tuhan seraya dilanjutkan dalam bentuk penguatan relasi kemanusiaan. 

Hakikat kurban tidak hanya ekspresi keshalihan individual saja, namun hakikat kurban adalah wujud dari keshalihan sosial juga, yang mengandung unsur penguatan relasi kemanusiaan melalui momen berbagi antar sesama. Ibadah kurbanpun mengandung pesan moral yang kuat untuk menumbukan kepedulian sesama, merekatkan ikatan persaudaraan dalam berbangsa dalam bentuk ta’awun: berbagi dan peduli.  Maka semua kebaikan yang kita lakukan hari ini, pada hakikatnya bekal kita di akhirat nanti.

 Allah berfirman: “Barang siapa yang mengerjakan kebaikan seberat zarah, dia akan mendapatkan (balasan)-nya.  Baranng siapa yang mengerjakan kejahatan seberat zarah, dia akan mendapatkan (balasan)-nya". (QS. al-Zalzalah: 7-8)

Ketiga,   Istiqamah itu penting dan menjadi kekuatan.  Potret keluarga Nabi Ibrahim AS mengajarkan kepada kita semua dalam  mempertahankan dan memperkokoh jati diri sebagai seorang mukmin yang selalu berusaha untuk konsisten dan istiqamah pada jalan hidup yang benar, apapun tantangan, keadaan dan bagaimanapun situasi serta kondisinya. Begitulah memang yang telah ditunjukkan oleh Nabi Ibrahim AS dan keluarganya dengan hujjah. 

Dalam sejarah, ketika Nabi Ibrahim masih remaja,  kita dapati beliau menghancurkan berhala-berhala yang biasa disembah oleh masyarakat di sekitarnya. Sebagaimaa difirmankan Allah yang atyinya: 

''Maka Ibrahim membuat berhala-berhala itu hancur berpotong-potong, kecuali yang terbesar dari patung-patung yang lain, agar mereka kembali (untuk bertanya) kepadanya. ''

Mereka berkata: ''Siapakah yang melakukan perbuatan ini terhadap tuhan-tuhan kami, sesungguhnya dia termasuk orang-orang yang zalim”. 

Mereka berkata: ''Kami dengar ada seorang pemuda yang mencela berhala-berhala ini, namanya Ibrahim”. (QS Al-Anbiya’: 58-60).,

Kategori :