“Sesungguhnya kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak. Maka dirikanlah shalat. Karena Tuhanmu dan berkurbanlah. Sesungguhnya orang-orang yang membencimu dialah yang terputus dari rahmatnya Allah.”
Kaum muslimin dan muslimat jamaah shalat Idul Adha Rohimakumullah.
Kenikmatan yang kita rasakan tidak akan berkurang sedikitpun ketika harus meneluarkan biaya untuk menunaikan ibadah haji dan dibagi dengan orang lain melalui pembelian dan penyembelihan hewan kurban. Kita harus menyadari bahwa sesungguhnya hakikat memberi adalah menerima. Manusia tidak perlu khawatir karena nikmat Allah SWT sangatlah banyak. Bahkan, karena begitu banyak nikmat tersebut kita tidak bisa untuk menghitungnya.
Allah SWT berfirman yang artinya:
“Dan jika kamu menghitung-hitung nikmat Allah, niscaya kamu tak dapat menentukan jumlahnya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. (QS: An-Nahl : 18)
Dengan pengorbanan harta melalui pelaksanaan ibadah haji dan pemotongan hewan kurban ini, kita juga akan mampu semakin dekat dengan Allah SWT. Hal ini selaras dengan makna kurban itu sendiri. Yakni berasal dari bahasa Arab qariba-yaqrabu-qurban wa qurbanan wa qirbanan, yang artinya dekat. Sehingga kurban adalah sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah, dengan mengerjakan sebagian perintah-Nya.
Dan masalah kurban ini dipertegas dalam hadist Rasulullah yang diriwayatkan oleh Tirmidzi dan Ibnu Majah yang artinya:
”Amaliah yang paling disukai oleh Allah SWT. Pada hari Raya Haji adalah menyembelih kurban. Pada hari kiamat kelak kurban yang disembelih itu akan datang kepada orang yang melakukannya seperti keadaan semula, lengkap dengan anggotanya, tanduk dan bulunya. Darah kurban yang disembelih itu jatuh lebih dahulu disuatu tempat yang disediakan oleh Allah SWT sebelum jatuh ke atas tanah. Oleh karena itu, berkurbanlah dengan penuh keikhlasan.”
Hadirin kaum muslimin dan muslimat yang berbahagia.
Pelaksanaan ibadah haji dan kurban merupakan kilas balik dari fragmenta perjalanan hidup penuh nilai dari Nabi Ibrahim AS beserta keluarganya. Yaitu nilai cinta (mahabbah), nilai juang (mujahadah), dan nilai pengorbanan (tadhhiyah) yang dipersembahkan dengan tulus-ikhlas kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Nilai-nilai inilah yang pada akhir cerita membuat Nabi Ibrahim AS memperoleh pengakuan tertinggi dari Allah SWT sebagai Khalilullah (Kekasih Allah, Kesayangan Allah).
Sebagaimana firman Allah SWT yang artinya: “Dan siapakah yang lebih baik agamanya daripada orang yang ikhlas menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang dia pun mengerjakan kebaikan, dan dia mengikuti agama Ibrahim yang lurus? Dan Allah menjadikan Ibrahim menjadi kesayangan-Nya.” (Q.S. an-Nisa : 125)
Mari kita lihat, apa yang diperjuangkan oleh Nabi Ibrahim AS hingga melakukan pengorbanan tertinggi. Beliau berkorban meninggalkan kampung halaman yang penuh dengan kecukupan dan kesenangan demi memenuhi panggilan Allah SWT. Beliau berkurban meninggalkan anak dan istri di Baitullah, juga untuk memenuhi panggilan Allah. (seperti dijelaskan dalam surah Al-‘Ankabut ayat 26 dan Ash-Shaffat, ayat 99).
Demikian pula ketika beliau mengurbankan putranya Ismail AS, sebagaimana dijelaskan dalam surah As-Shoffat : 102 yang artinya:
“...Ibrahim berkata : “Hai anakkku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu “maka pikirkanlah apa pendapatmu ? Ismail menjawab: Wahai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu. In shaa Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang yang sabar.”
Nabi Ibrahim AS melakukan hal tersebut semata-mata karena ketaatannya akan perintah Allah SWT dan yang beliau perjuangkan adalah nilai tertinggi, yaitu kecintaan kepada Allah SWT.