Khutbah jumat, Menipisnya Budaya Malu, Khatib: Hanafi S.Sos.I

Kamis 30 Nov 2023 - 21:45 WIB
Reporter : Adam
Editor : chris

(Kepala KUA Kecamatan Gading Cempaka)

Dari : Masjid Besar Jami' Babussalam, Jalan P.Natadirja KM.8 Kelurahan Jalan Gedang, Kecamatan Gading Cempaka, Kota Bengkulu

 

Jamaah Jumat Rahimakumullah

Rasa malu adalah akhlak orang yang beriman. Orang yang memiliki sifat ini, maka ia akan memiliki filter dalam setiap gerak-gerik aktivitasnya.

Salah satu penyebab banyak terjadinya maksiat di tengah-tengah umat pada saat ini adalah karena menipisnya budaya malu, sehingga banyak perkara-perkara yang tabu, yang terlarang, yang disembunyikan di masa-masa dahulu, dikarenakan itu adalah aib yang dapat membuat kehormatan diri dan keluarga tercoreng, di zaman sekarang ini dikerjakan secara terang-terangan.

Padahal sifat malu itu termasuk diantara sifat terpuji, yang bisa mengendalikan orang yang memilikinya, dari perbuaan-perbuatan yang tidak sepatutnya dilakukan. Sebagaimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda yang artinya:

“Malu itu tidak mendatangkan sesuatu, melainkan kebaikan semata-mata.” (HR. Al-Bukhari & Muslim)

Dalam hadits lain :

“Malu itu kebaikan seluruhnya.” (HR. Muslim)

Rasa malu juga merupakan bagian dan cabang dari keimanan. Sebagaimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda yang artinya:

“Iman memiliki tujuh puluh atau enam puluh cabang lebih. Yang tertinggi adalah ucapan laa ilaaha illallaah dan yang terendah adalah menyingkirkan gangguan dari jalan. Dan rasa malu itu salah satu cabang dari keimanan.” (HR. Muslim).

Dalam hadits lain, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda yang artinya: “Malu adalah bagian dari iman, sedang iman tempatnya di Surga dan perkataan kotor adalah bagian dari tabiat kasar, sedang tabiat kasar tempatnya di Neraka.” (HR. Ahmad, Tirmidzi, Ibnu Hiban, dan Al Hakim).

Beberapa hadits ini menunjukkan bahwa sifat malu bukanlah suatu yang buruk, bahkan sebaliknya, termasuk sifat mulia.

Imam Ibnul Qayyim rahimahullah, berkata : kata ‘al-haya’ yang artinya malu, berasal dari (satu kata dasar dengan) ‘al-hayat’ (kehidupan). Oleh karena itu, kadar rasa malu yang dimiliki oleh seseorang sangat tergantung dengan kadar hidupnya hati. Sedikitnya rasa malu merupakan indikasi hati telah mati. Semakin hidup hati seseorang, maka rasa malunya akan semakin sempurna, dan matinya hari seseorang, dapat dilihat dari menipisnya rasa malu yang dimiliki oleh orang tersebut.

 

Jamaah Jumat Rahimakumullah

Ada 3 (tiga) sifat malu yang harus dimiliki oleh manusia, apabila hidupnya ingin selamat.

1. Malu kepada Allah

Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam At-Tirmidzi, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda yang artinya : “Malulah kalian kepada Allah dengan sungguh-sungguh. Kemudian Nabi ditanya, “Bagaimana caranya malu kepada Allah ?” Rasulullah SAW menjawab, “Siapa yang menjaga kepala dan isinya, perut dan makanannya, meninggalkan kesenangan dunia, dan mengingat mati, maka dia sungguh telah memiliki rasa malu kepada Allah Ta'ala.”

Dalam hadits ini, Nabi menjelaskan bahwa tanda seseorang memiliki rasa malu kepada Allah adalah menjaga anggota tubuh dan panca indera, agar tidak digunakan untuk bermaksiat kepada Allah, mengingat kematian, tidak panjang angan-angan, dan tidak sibuk dengan kesenangan syahwat, serta larut dalam gemerlap kehidupan dunia, sehingga lalai dari akhirat.

Dalam sebuah riwayat, Salman Al-Farisi berkata yang artinya :

“Sungguh jika Allah berkehendak untuk membinasakan seseorang, maka akan Allah hilangkan rasa malu dari diri orang tersebut. Jika rasa malu sudah tercabut dari dirinya, maka tidaklah kau jumpai orang tersebut melainkan orang yang sangat Allah murkai. Setelah itu akan hilang sifat amanah dari diri orang tersebut. Jika dia sudah tidak lagi memiliki amanah, maka dia akan menjadi orang yang suka berkhianat dan dikhianati. Setelah itu sifat kasih sayang akan dicabut darinya. Jika rasa kasih sayang telah dicabut, maka dia akan menjadi orang yang terkutuk. Sesudah itu, ikatan Islam akan dicabut darinya.”

2. Malu kepada sesama manusia.

Sifat malu yang ke-2 (dua) adalah malu kepada sesama manusia. Jika seseorang memiliki rasa malu kepada manusia, maka ia akan menjaga pandangan dan perbuatannya. Senantiasa membentengi diri, dan memikirkan akibat dari perbuatan yang akan dilakukannya.

Karena boleh jadi, akibat dari perbuatannya, bukan hanya mempermalukan dirinya sendiri, tapi juga akan berdampak kepada keluarganya, saudara-saudaranya, orang tua atau anaknya, istri atau suaminya, dan masyarakat lingkungannya.

Seorang ahli hikmah pernah ditanya tentang orang fasik. Beliau menjawab, “Yaitu orang yang tidak menjaga pandangannya, suka mengintip aurat tetangganya dari balik pintu rumahnya.”

Orang yang punya rasa malu kepada manusia tidak akan berani melakukan dosa di hadapan orang lain. Jangankan dosa, melakukan kebiasaan jeleknya saja, dia malu jika ada orang yang melihatnya.

 Termasuk bagian dari malu kepada manusia adalah mengutamakan orang yang lebih mulia darinya. Menghargai ulama dan orang saleh. Memuliakan orang tua dan guru. Merendahkan diri di hadapan mereka. Orang yang masih punya rasa malu kepada orang lain akan dihargai dan disegani. Masyarakat mau mendengarkan pendapat dan nasihatnya.

3. Malu kepada diri sendiri.

Orang yang mempunyai rasa malu kepada dirinya sendiri, dia tidak akan melakukan perbuatan dosa ketika sendirian. Karena dia sadar dan yakin Allah SWT melihat semua perbuatannya, baik yang dilakukannya secara terang-terangan, maupun tersembunyi.

Ada seseorang yang ketika dihadapan orang banyak terlihat ‘alim dan shalih. Namun kala sendirian, saat sepi, ia menjadi orang yang menerjang larangan Allah.

Keadaan semacam itu telah disinggung oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam sebuah hadits :

Dari Tsauban, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, ia berkata, “Sungguh aku mengetahui suatu kaum dari umatku datang pada hari kiamat dengan banyak kebaikan, semisal Gunung Tihamah. Namun Allah menjadikan kebaikan tersebut menjadi debu yang bertebaran.” Tsauban berkata, “Wahai Rasulullah, coba sebutkan sifat-sifat mereka pada kami supaya kami tidak menjadi seperti mereka sedangkan kami tidak mengetahuinya.”

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Adapun mereka adalah saudara kalian. Kulit mereka sama dengan kulit kalian. Mereka menghidupkan malam (dengan ibadah) seperti kalian. Akan tetapi mereka adalah kaum yang jika bersepian, jika sendirian mereka merobek tirai untuk bisa bermaksiat pada Allah.” (HR. Ibnu Majah)

Ibnul-A’rabi berkata: “Orang yang paling merugi, ialah yang menunjukkan amal-amal shalihnya kepada manusia dan menunjukkan keburukannya kepada Allah yang lebih dekat kepadanya dari urat lehernya”

Semoga Allah SWT senantiasa memberikan petunjuk dan hidayah Nya kepada kita, sehingga kita dapat selalu bersungguh-sungguh menjalankan perintahnya dan menjauhi larangannya. Aamiin.(ae4)

 

Kategori :