Gunung Sritex
Ilustrasi para karyawan Sritex berdatangan di pabrik.-Dokumentasi Sritex-Dokumentasi Sritex-Disway-
Masih ada jalan keluar bagi Sritex. Agar tidak jadi pailit. Tidak banyak. Agak berliku. Juga perlu dukungan kekuasaan.
Jalan itu tidak mudah. Hakim sudah telanjur menjatuhkan vonis: Sritex pailit.
Tidak ada sorotan cacat hukum dalam putusan hakim itu. Peradilan kepailitan memang sederhana, cepat, dan tidak bisa naik banding. Hanya masih bisa ajukan kasasi: ke Mahkamah Agung.
Sritex sudah mengajukan kasasi. Presiden Prabowo sudah turun tangan.
Presiden sudah menunjuk empat menteri untuk mencarikan jalan keluar: Menkeu, Menaker, Menperin dan Menteri BUMN.
Saya tidak tahu mengapa Menteri BUMN dilibatkan. Ini tidak ada urusan dengan BUMN. Ini swasta murni. Ups... ada. Banyak bank BUMN menjadi kreditor di Sritex. Hanya itu. Tidak ada peluang BUMN untuk menyelamatkannya.
Anda pun bisa taruhan: mana yang lebih dulu menemukan jalan keluar. Mahkamah Agung atau empat menteri itu.
Tentu bukan tugas MA untuk mencarikan jalan keluar Sritex. MA tugasnya menegakkan keadilan dan hukum. Bukan menyelamatkan bisnis.
Tapi pengacara terkenal seperti Johannes Dipa dari Surabaya yakin kasasi Sritex akan diterima Mahkamah Agung.
Memang, kata Dipa, menurut norma kepastian hukum, kasasi itu tidak bisa dikabulkan. Itu karena Sritex telah nyata-nyata melanggar perjanjian perdamaian (homologasi).
"Namun putusan pengadilan kan irah-irahnya Demi Keadilan Berdasarkan KeTuhanan YME," kata Dipa. "Sehingga persoalnya bukan hanya kepastian hukum melainkan juga kemanfaatan dan utamanya keadilan," ujar Dipa yang juga wakil ketua DPC Peradi Surabaya.
"Peradi yang mana?" tanya saya melihat banyaknya organisasi pengacara sekarang ini.
"Peradi yang asli ....hahaha," guraunya.
"Ini momentum bagi Mahkamah Agung untuk menunjukkan bahwa hakim bukanlah hanya sebagai corong undang-undang," katanya. "Hakim harus juga bisa menemukan hukum yang berkeadilan dan tentunya yang dapat memberikan manfaat seluas-luasnya".