Khutbah Jumat Mensyukuri Nikmat Lahir dan Batin Oleh Khatib Ustadz Ahmad Sidik

Ahmad Sidik-Adam-

Khatib : Ustadz Ahmad Sidik

Dari : Masjid Nurul Yaqin, Jalan Setia Negara Kelurahan Kandang Mas Kecamatan Kampung Melayu Kota Bengkulu

 

Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah

Mengawali khutbah Jumat ini, khatib mengajak seluruh jamaah untuk senantiasa menguatkan rasa syukur kepada Allah Swt dan juga meningkatkan ketakwaan kepada-Nya. Syukur yang kita kuatkan dalam hati akan menjadi bahan bakar bagi kita dalam mengarungi kehidupan dengan penuh kepasrahan dan tawakal kepada Allah sekaligus menjadi motivasi untuk meraih rahmat-Nya.

Begitu juga dengan penguatan dan peningkatan ketakwaan kepada Allah akan menjadi rambu-rambu dan juga bekal dalam menjalani kehidupan. Karena jika ketakwaan terpatri kuat dalam diri, maka kita akan mampu menjalankan perintah-perintah Allah serta kuat untuk menjauhi apa yang dilarang oleh Allah.

Syukur dan takwa menjadi paket lengkap agar mampu menjadikan kita sebagai hamba yang bisa melewati berbagai macam problema dalam kehidupan. Terlebih saat kita harus menghadapi berbagai masalah dan pilihan-pilihan dalam kehidupan yang menuntut kita untuk paham, jalan mana yang akan kita pilih dan tempuh agar kita selamat tidak terjerumus dalam jurang kesesatan dan kehinaan.

Kaum Muslimin jama’ah shalat Jumat rahimakumullah.

Sudah selayaknya kita bersyukur kepada Allah atas segala nikmat yang Ia anugerahkan kepada kita. Tiada satu pun selain-Nya yang mampu menghitungnya. Nikmat terbagi menjadi dua macam, nikmat lahir dan nikmat batin. Allah ta’ala berfirman yang artinya: “Dan Allah telah menyempurnakan nikmat-nikmat-Nya yang lahir dan batin untukmu.” (QS. Luqman: 20)    

Nikmat lahir adalah nikmat yang terlihat oleh mata. Seperti harta, penghormatan orang, ketampanan, kecantikan, diberi taufiq (kemudahan) untuk melakukan amal ketaatan, kesehatan, keturunan, harta, kedudukan, sungai, hujan, tanaman, hewan ternak, dan banyak lagi lainnya.

Sedangkan nikmat batin adalah nikmat yang didapati oleh seseorang dalam dirinya. Seperti memiliki ilmu tentang Allah, kokohnya keyakinan kepada Allah dan dijauhkan dari penyakit dan berbagai marabahaya.  

Kewajiban setiap mukallaf (baligh dan berakal) adalah bersyukur kepada Allah atas nikmat-nikmat tersebut. Bersyukur kepada Allah adalah dengan tidak menggunakan nikmat-nikmat dari Allah untuk bermaksiat kepada-Nya, tidak kufur kepada Allah dan para utusan-Nya. Barang siapa melakukan syukur seperti ini, maka ia adalah seorang hamba yang telah bersyukur kepada Tuhannya. Sedangkan orang yang mengucap syukur kepada Allah dengan lidahnya sebanyak apapun namun masih menggunakan nikmat Allah untuk berbuat maksiat kepada-Nya, maka hakikatnya ia belumlah bersyukur kepada Tuhannya sebagaimana yang diwajibkan.    

Dan hendaklah diketahui bahwa kita semua di hari kiamat akan dimintai pertanggungjawaban atas nikmat yang Allah anugerahkan kepada kita. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda yang artinya: “Seorang hamba tidak akan berpindah dari suatu fase ke fase yang lain di hari kiamat hingga ditanya tentang umurnya dalam hal apa dihabiskan, tentang ilmunya dalam hal apa digunakan, tentang hartanya dari mana ia peroleh dan dalam hal apa disalurkan dan tentang jasadnya dalam hal apa difungsikan.” (HR. at-Tirmidzi dan ia menilainya shahih).  

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam juga bersabda yang artinya: “Hal pertama yang seorang hamba akan dihisab tentangnya di hari kiamat adalah dikatakan kepadanya: Bukankah telah Aku sehatkan badanmu dan aku hilangkan dahagamu dengan air yang dingin?” (HR. al Hakim dan ia menilainya shahih).  

Karenanya, mari kita hisab diri kita. Mari kita renungkan, sudahkah kita bersyukur atas berbagai nikmat yang Allah kurniakan kepada kita sebagaimana mestinya?    

Saudara-saudara seiman, di antara nikmat batin adalah nikmat teragung yang tidak sebanding dengan nikmat apapun. Yaitu nikmat iman kepada Allah dan nikmat-nikmat yang mengikutinya, yaitu berserah diri kepada Allah, mencintai orang-orang shaleh, kokohnya keyakinan kita kepada Allah, mengagungkan ilmu agama dan semacamnya. Iman kepada Allah dan Rasul-Nya adalah modal utama bagi seorang muslim, sehingga ia adalah nikmat yang paling agung, paling utama dan paling tinggi yang diberikan kepada manusia. Orang yang diberi dunia (harta, jabatan dan semacamnya) namun tidak diberi iman, maka seakan ia tidak diberi nikmat apapun. Sebaliknya, orang yang diberi iman dan tidak diberi dunia, maka seakan ia tidak terhalang dari satu nikmat pun.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda yang artinya: “Sesungguhnya Allah ‘azza wa jalla memberikan (nikmat) dunia kepada orang yang Ia cintai dan kepada orang yang tidak Ia cintai, dan tidak memberikan nikmat agama kecuali kepada orang yang Ia cintai.” (HR. Ahmad)  

Diantara nikmat ada juga yang merupakan akibat atau buah dari nikmat iman. Nikmat ini tampak pada anggota badan seseorang, seperti melaksanakan kewajiban, menjauhi perkara haram dan memperbanyak amal sunnah. Nikmat iman sebenarnya adalah nikmat batin, akan tetapi pengaruhnya terlihat pada anggota badan. Iman adalah syarat diterimanya amal shaleh. Tanpa iman, bentuk amal kebaikan sebanyak apapun tidak akan diterima oleh Allah ta’ala.    

Orang yang mati dalam keadaan tidak iman akan datang di hari kiamat tanpa memiliki sedikit pun kebaikan. Karena, ia tidak mengenal Allah dan tidak beriman kepada-Nya. Sedangkan seorang muslim yang tidak bersyukur kepada Allah atas nikmat-nikmat-Nya, lalu meninggal sebagai pelaku dosa besar, maka ia tergantung pada kehendak Allah. Jika Allah menghendaki, Ia akan menyiksanya dan jika Allah menghendaki, Ia akan mengampuninya. Sedangkan orang yang diberi taufiq untuk bersyukur kepada Allah atas nikmat-nikmat-Nya yang lahir dan batin, dengan melaksanakan perintah Allah, sehingga ia melaksanakan kewajiban dan menjauhi perkara haram serta menggunakan anugerah nikmat untuk menaati Tuhannya, maka balasan dari Tuhannya adalah kenikmatan yang abadi, yang tidak akan punah dan sirna.

Allah ta’ala berfirman:Maknanya: “Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan, mereka itulah sebaik-baik makhluk. Balasan mereka dari Tuhannya adalah surga ‘Adn yang mengalir di bawahnya sungai-sungai. Mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Allah ridla terhadap mereka dan mereka pun ridla kepada-Nya. Itu adalah (balasan) bagi orang yang takut kepada Tuhannya.” (QS. al Bayyinah: 7-8).

Mereka adalah makhluk yang paling berbahagia, karena Allah ridla terhadap mereka sebagaimana mereka ridla kepada-Nya. Ridla Allah adalah salah satu sifat-Nya, yang tidak menyerupai ridla makhluk. Karena makna ridla Allah adalah kehendak untuk memberikan nikmat. Sedangkan ridla para hamba kepada Tuhannya adalah berimannya mereka kepada Allah, menerima ketetapan-Nya dan menyerahkan segala hal kepada-Nya. Mereka tidak memprotes dan menyalahkan Allah dalam satu pun musibah yang menimpa mereka. Sebaliknya mereka bersabar untuk tetap melaksanakan kewajiban dan menjauhi perkara haram serta menahan diri dari menggunakan nikmat Allah dalam perbuatan maksiat kepada-Nya. Mereka juga bersabar atas ujian-ujian yang menimpa mereka, sehingga balasan untuk mereka adalah ridla Allah terhadap mereka. Sungguh beruntung mereka. Alangkah berbahagianya mereka.  

Demikian khutbah singkat pada siang hari yang penuh keberkahan ini. Semoga bermanfaat dan membawa barakah bagi kita semua. Amin.(ae4)

 

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan