Operasi Merah Putih di Bentang Seblat: Ribuan Hektare Direbut Kembali

Operasi Merah Putih di Bentang Seblat: Ribuan Hektare Direbut Kembali--

Kritik Menguat Soal Arah Penegakan Hukum

RADAR BENGKULU – Deru mesin alat berat bergantian terhenti. Pondok-pondok reyot perambah roboh satu per satu. Lahan sawit ilegal yang selama bertahun-tahun menjadi simbol ketidakberdayaan negara akhirnya dibabat habis. 

Bentang Alam Seblat (BAS), yang selama ini menjadi rumah gajah Sumatera dan penyangga kehidupan ribuan warga Bengkulu, kembali diselimuti aroma penegakan hukum.

Melalui Operasi Merah Putih, Tim Penegakan Hukum (Gakkum) Kementerian Kehutanan RI bergerak cepat. Dalam 20 hari gelombang pertama operasi hingga 20 November 2025, tim mengamankan ribuan hektare kawasan hutan yang telah lama dikuasai secara ilegal, baik di HPT Lebong Kandis maupun HP Air Rami. Gelombang kedua sudah mulai berjalan per hari ini dan akan berlangsung hingga Desember.

Laporan resmi menunjukkan capaian besar. Sebanyak: 93 pondok perambah dirobohkan. 12.000 hektare kebun sawit ilegal dimusnahkan. 5.107 hektare kawasan hasil perambahan dikuasai kembali. 5 plang besi dan 45 plang larangan dipasang. 8 m³ kayu olahan ilegal dimusnahkan. 6 jalur akses jembatan ditutup total. Tindakan ini bukan sekadar simbol. Ia menjadi penanda bahwa negara mulai mengambil alih kembali kawasan yang selama ini dikuasai pihak yang tidak memiliki hak.

Di luar kawasan operasi utama, tim pengawasan Gakkum yang turun ke sekitar konsesi PT Bentara Arga Timber (BAT) menemukan indikasi pelanggaran baru. Pada kunjungan pertama, Kamis (20/11), tim mendapati Tempat Penimbunan Kayu (TPK) antara yang tidak memiliki legalitas. Di lokasi itu juga ditemukan tumpukan kayu PT BAT yang tidak dilengkapi barcode, serta pihak perusahaan tidak dapat menunjukkan dokumen wajib seperti LHP dan SKSHHK.

Sejumlah alat produksi turut ditemukan, antara lain: Dua truk pengangkut kayu (Nopol BG 8845 UE dan BD 8259 CA). Satu excavator Komatsu PC 200. Satu chainsaw

Direktur Jenderal Gakkum Kehutanan, Dwi Januanto Nugroho, memastikan pihaknya akan menggunakan instrumen hukum secara menyeluruh.

“Kita gunakan multi-instrumen: administratif, perdata, dan pidana. Ketiganya bisa saja diterapkan sekaligus,” ujarnya.

Ketegasan negara ini memantik respons positif dari berbagai pihak. Ketua Kanopi Hijau Indonesia sekaligus anggota Forum KEE Koridor Gajah Seblat, Ali Akbar, memberikan apresiasi, namun juga melayangkan peringatan yang tidak kalah tajam.

Menurutnya, temuan alat berat yang diduga bukan milik pemegang izin resmi seperti PT API dan PT BAT merupakan langkah besar. Namun ia mengingatkan agar capaian ini tidak berhenti pada level “puncak sesaat”.

“Jangan sampai operasi ini berhenti hanya karena berhasil mengamankan alat berat. Pengalaman dulu, alat berat pernah hilang setelah diamankan,” tegasnya.

Ali Akbar menilai pekerjaan besar operasi ini justru berada pada upaya mengungkap Beneficial Ownership (BO)—para pihak yang menikmati keuntungan dari perambahan kawasan hutan secara korporasi maupun personal.

Ia menolak narasi klasik penegak hukum yang mengeluhkan sulitnya menjerat pemodal karena tidak pernah tertangkap tangan.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan