Bulog Serap 1.023 Ton Gabah Petani di Provinsi Bengkulu Sesuai HPP Rp 6.500

Bulog Serap 1.023 Ton Gabah Petani di Provinsi Bengkulu Sesuai HPP-RADAR BENGKULU-
"Kita akan koordinasi dengan pemda setempat, agar penyerapan gabah di Mukomuko bisa maksimal," tuturnya.
Menurutnya Dody Syahrial, Bulog Bengkulu terus melakukan menyerap gabah atau pun beras, yang masih ada. Sedangkan yang belum panen, pihaknya telah berkoordinasi dan kolaborasi dengan pemerintah Provinsi dan Kabupaten kota untuk melakukan break down disetiap kabupaten.
BACA JUGA:Walikota Dedy Wahyudi: Jangan Mau Kalah Saing dengan Daerah Lain
BACA JUGA:Pemeriksaan Kesehatan Gratis, Dedy: Perlakukan Warga Seperti Keluarga Sendiri
Kemudian untuk memastikan semua terserap, baik gabah atau beras, Bulog telah membuat jadwal untuk melakukan serapan gabah yang disesuaikan dengan jadwal panen di masing-masing kabupaten. Karena masa panen padi di wilayah Provinsi Bengkulu tidak serentak antar kabupaten atau pun kota, karena ada masa tanam yang lebih dulu. Namun secara umum masa panen di Wilayah Bengkulu sekitar bulan Maret dan April.
"Meskipun kita sudah banyak serap gabah dan beras, tapi kita akan terus menjajaki kabupaten yang belum panen dan akan kita serap gabah dan berasnya dalam rangka memperkuat cadangan beras pemerintah yang akan disimpan di Bulog."
Ditegaskan Dody Syahrial, setiap serapan gabah akan berpedoman dengan Keputusan Kepala Bapanas Nomor 2 Tahun 2025 Tentang Harga Pembelian Pemerintah (HPP) gabah kering panen (GKP) tahun 2025 sebesar Rp 6.500 per kilogram. Sedangkan harga beras diharga Rp 12.000 per kilogram, guna menjaga stabilitas pangan nasional dan kesejahteraan petani, terutama saat panen raya.
"Pesan Pak Presiden, penyerapan harga gabah ini, agar meningkatkan kesejahteraan petani dan meningkatkan taraf hidup petani serta agar petani tersenyum."
Ditambahkan Dody Syahrial, meskipun pemerintah sudah menetapkan HPP, akan tetapi tidak bisa dipungkir masih banyak petani mendapatkan harga jual gabah di bawa ketentuan. Hal tersebut menurut Dody Syahrial dikarenakan petani menjual gabah ataupun beras kepada pengepul atau tengkulak. Menyikapi hal ini, pihaknya bekerja sama dengan semua stakeholder untuk memberikan sosialisasi dan edukasi kepada petani agar menjual gabah kepada pemerintah, dalam hal ini kepada Bulog.
"Kalau agen, pengepul atau tengkulak itu kan dalam sisi bisnis pastilah mereka mencari keuntungan. Maka kita harap petani agar menjual gabah kepada pemerintah. Untuk memastikan harga sesuai HPP, disini kami bekerjasama dengan Kodim, Pasinter Dan Babinsa yang ada."
Seperti diketahui, tersandranya petani dikarenakan biaya produksi semakin tinggi, diakibatkan mereka kesulitan mendapatkan benih dengan harga terjangkau. Kemudian, minimnya batuan Alat dan Mesin Pertanian (Alsintan) dari pemerintah, sehingga harus mengeluarkan biaya untuk sewa alsintan yang dibutuhkan. Mulai dari proses bajak, kemudian proses tanam hingga panen dan pasca panen.
Tidak hanya keluhan itu, tetapi ketersediaan pupuk subsidi yang belum mencukupi kebutuhan, selanjutnya harga Pestisida makin tinggi. Dengan adanya persoalan yang dihadapi tersebut, petani terpaksa melakukan kesepakatan harga dengan tengkulak, sehingga terikat harga.
Meskipun demikian, Dody Syahrial menekankan bahwa jika petani terbebas dari ikatan kesepakatan dengan tengkulak tersebut, ia memastikan pemerintah melalui Bulog hadir untuk membeli dengan harga yang telah ditetapkan.
"Terkadang ini kan petani ada kesepakatan dengan tengkulak, sehinga petani terikat dengan tengkulak. Kalau petani terbebas, pemerintah hadir, membeli," tandas Dody.