Ikut Sendiri
Dahlan Iskan--
Kami pun harus jalan kaki lebih jauh. Di labirin itu. Tiap 50 meter diputer balik. Mungkin sampai 25 kali. Atau 50. Sambil kedinginan. Pagi yang berkabut. Kabut pagi pun membatasi jarak pandang. Sinar matahari seperti mati lampu.
Padahal, di kereta bawah tanah tadi si SMA sudah mencari rute yang hanya pindah kereta sekali. Yang hanya berhenti di 22 stasiun. Istri saya pun sudah bisa cepat masuk kereta –sekalian dengan kursi rodanya.
Akhirnya sampailah antrean itu di pos pemeriksaan security. Lolos. Masuk halaman luas. Mata jelalatan mencari di mana loket jualan tiket.
Ada. Gembira. Di sana. Loketnya banyak sekali.
Tutup semua.
Yang jaga pun tidak ada.
Yang ada sebuah pengumuman: Disneyland tidak lagi jual tiket di lokasi. Semua harus beli online. Sejak Disneyland buka kembali setelah Covid-19.
"Sudah dibilang....".
"¿¢§°¿©§," kata saya pada diri sendiri.
Istri pun tidak menampakkan sikap membela suami.
Saya terpaku sendiri. Mereka pun masuk gerbang –tanpa merasa iba. Apalagi merasa bersalah.
''Sudah...dibilang...''.
Mereka pun masuk gerbang Disneyland dengan riang gembira.
Saya hanya bisa berdiri terpaku. Sendirian. Kedinginan.
Suasananya mirip para pemain West Ham yang riang gembira meninggalkan penjaga gawang Arsenal yang sedih kemasukan dua gol tanpa balas pekan lalu.