Doktor TK
DR Sutik ketika mengajar TK dengan berbaju adat Jawa.----
Tidak hanya bengkel. Sang suami juga punya panti asuhan anak yatim. Ia juga usaha kuliner: buka warung nasi. Panti asuhannya terpilih sebagai tempat anak bermasalah hukum (ABH). Yakni anak yang terlibat perkara kriminal, sudah diadili, sudah dijatuhi hukuman.
Karena masih anak-anak mereka tidak dimasukkan penjara. Mereka dimasukkan lembaga pembinaan anak.
Lembaga seperti itu mestinya di bawah Kementerian Sosial. Atau Dinas Sosial. Maka begitu anak divonis sekian tahun atau sekian bulan jaksa membawa anak itu ke Dinas Sosial.
Tapi Dinas Sosial tidak punya fasilitas untuk ditempati narapidana anak-anak. Maka Dinas Sosial mencari lembaga swasta. Ketemu. Milik suami Dr Sutik. Di dekat Pacet, Mojokerto.
"Dapat anggaran berapa?"
"Tidak dapat," ujar suami Dr Sutik, Mukhiddin.
”Hah?”
"Iya. Tidak dapat anggaran sama sekali".
"Kok mau?”
"Ibadah. Saya anggap seperti mengasuh anak telantar," ujar Muhkiddin yang selalu berkopiah dengan rambut gondrong, jenggot dikuncir, dan pakai sarung.
Saat ini ada tujuh ABH yang ia bina di panti asuhannya. Umurnya setingkat anak SMA. Semua terkait dengan urusan pemerkosaan.
"Pernah ada satu ABS yang terkait perkara carok. Tapi saya tolak. Di sini kan banyak anak-anak," ujar Mukhiddin.
Anda sudah tahu: carok adalah saling bunuh untuk masalah harga diri di kalangan masyarakat Madura.
Pernah juga punya ABH yang masih setingkat SD. Juga terlibat pemerkosaan. Korbannya balita.
Di tempat Mukhiddin, ABH tersebut diikutkan kegiatan asrama. Wajib bangun subuh, salat, berdoa, dan bersih-bersih lingkungan. Siangnya bisa ikut jadi tukang kayu, tukang di bengkel, atau ikut jualan di warung.