Nasib Kakak

Minggu 29 Sep 2024 - 19:33 WIB
Reporter : tim Redaksi
Editor : Azmaliar

"Kenapa setiap sosok narasumber Disway seperti wajib dikupas tuntas latar belakang pendidikanya? Bahkan sangat detail, hingga bisa separoh dari isi artikelnya".

Yang bertanya itu wanita Disway dari Indramayu. Setiap hari dia membagikan Disway ke ribuan orang. Lewat medsos miliknya. Sejak awal Disway terbit. Hingga sekarang.

Kadang lucu: "Hari ini saya membagikan Disway dengan tutup mata," ujarnya pada suatu ketika.

Tanpa bertanya saya pun tahu kenapa: isi tulisan saya bertentangan dengan emosi jiwanya.

Emosinya sangat tidak suka seseorang. Jauh sebelum banyak orang balik tidak suka orang itu belakangan ini.  Sedang tulisan saya memuji orang itu.

"Saya jengkel baca Disway hari ini," protesnya beberapa kali. "Tapi tetap Anda posting di medsos Anda?” tanya saya balik. " Dengan geram," jawabnya.

Terhadap pertanyaannya kali ini saya sulit menjawab. Apalagi dia menyertakan argumen: "Padahal malaikat pun takkan menanyakan sekolah dimana, lulusan apa, dan gelarnya apa saja."

Sebenarnya saya ingin menjelaskan teori deskripsi dalam jurnalisme. Tapi terlalu berat. Ingin juga saya kemukakan itulah ajaran kewartawanan yang saya wariskan sejak dulu. Tapi apa perlunya.

Maka justru saya ingin membuat gemes wanita Disway itu. Saya pun mengiriminya WA. "Mengapa latar belakang pendidikan ditulis secara detil? Mungkin karena yang menulis artikel ini hanya lulusan SMA! Iri? Cemburu?" jawab saya.

Saya tahu kebiasaan wanita Disway satu itu. Suka ngambek. Apalagi kalau dia mendengar saya ke Cirebon tanpa memberi tahunya. Bisa 100 WA harus saya baca dengan perasaan merasa berdosa.

Kali ini, membaca jawaban itu, ternyata dia tidak gondok. Dia lebih tertarik mengomentari soal iri dan cemburu itu. Dia merasa punya teman yang juga hanya tamatan SMA.

"Saya bersyukur meski hanya rampung madrasah. Itu pun sambil ngasuh adikku yang no 2 dan 3. Saya diizinkan masuk sekolah sambil mengasuh adik karena guru-gurunya tetanggaku sendiri".

"Waktu itu kalau saya gak boleh bawa adik masuk kelas, saya gak mungkin bisa belajar. Adik-adikku pasti ngerengek nangis di luar kelas".

Akhirnya wanita Disway Indramayu itu tidak lanjut ke universitas. Padahal sering mendapat nilai 100. Dia harus menghidupi dua adik dan ibunya.

Waktu itu pilihan tersulit baginya. Sekolah atau mencari nafkah. Nilai akademiknya begitu baik. Tapi dia kakak tertua. Harus memberi makan dua adik dan ibunda. Kerja pun tidak banyak pilihan. Tidak boleh jauh dari desanyi: harus sambil merawat ibunda.

Kategori :

Terkait

Sabtu 23 Nov 2024 - 21:29 WIB

Mau Berubah?

Rabu 20 Nov 2024 - 21:08 WIB

Bergodo Kebogiro

Senin 18 Nov 2024 - 21:06 WIB

Tafsir Iqra

Sabtu 16 Nov 2024 - 19:23 WIB

Pemerintahan Sederhana

Kamis 14 Nov 2024 - 20:29 WIB

Halaman Belakang