RADARBENGKULU.BACAKORAN.CO - TANJUNG AGUNG juga termasuk salah satu nama kelurahan unik di Kota Bengkulu. Kelurahan ini termasuk dalam wilayah Kecamatan Sungai Serut. Mengapa daerah ini dinamakan Tanjung Agung? Bagaimana sejarahnya? Ikuti saja tulisan Wartawan Harian Radar Bengkulu berikut ini.
AZMALIAR ZAROS, Bengkulu
Tanjung Agung ini, kata tokoh masyarakat Tanjung Agung, Rusdan Tafsili (65) sudah ada sejak lama. Yaitu sejak tahun 1828. Waktu itu, penduduknya hanya ada 3 buah rumah. Pada zaman itu, daerah ini banyak ditanam batang kelapa dan rumbia. Karena, ini merupakan mata pencarian warga waktu itu. Kepala puntuk memasak dan dijual.
Rumbia untuk membuat sagu dan daunnya untuk membuat atap rumah, kandang ternak. ‘’Kata orangtua saya dahulu, daerah Tanjung Agung ini sudah ada sejak tahun 1828,’’jelas Rusdan Tafsili yang ditemui Radar Bengkulu di kediamannya di Jalan Irian No.007 RT. 01 RW. 1 Tanjung Agung kemarin.
Asal usul nama daerah Tanjung Agung ini, lanjutnya, berasal dari kata Tanjung dan Agung. Tanjung itu artinya daerah atau tanah yang letaknya menjorok/menganjur ke Sungai Bengkulu dan Pantai Bengkulu. Sedangkan Agung artinya adalah air besar pasang yang menggenangi daerah Tanjung Agung.
Pemberian nama ini sendiri, katanya, sudah lama. Sudah turun temurun. Sejak dia kecil namanya memang sudah Tanjung Agung. "Kalau pemberian namanya secara pasti saya kurang tahu. Yang jelas sejak saya kecil daerah ini sudah bernama Tanjung Agung,’’jelas pensiunan guru Depag tahun 2005 itu.
Lebih lanjut bapak yang lahir tepat dengan hari Proklamasi Kemerdekaan RI, 17 Agustus 1945 itu mengatakan, Tanjung Agung ini memang daerah rawan banjir. Hampir setiap hujan lebat daerah ini banjir. Sampai kini pun, kalau ada hujan lebat, daerah ini kena banjir. Yang terparah tahun 1989. Tahun 1989 itu dibangunlah jalan lintas yang letaknya lebih tinggi dari rumah. Sehingga kalau banjir warga mengungsi ke jalan dengan membuat tenda. Walaupun demikian banjir tetap menggenangi daerah ini karena pembuangan airnya sedikit. ‘’Kini sudah dibuat tempat pembuangan air dua buah lagi sehingga air sudah sedikit,’’ katanya.
Sebenarnya, lanjut RUsdan, pemerintah daerah sudah menganjurkan kepada warga pindah ke daerah Bentiring waktu Zaman Walikota Sulaiman Effendi, tetapi warga belum mau. Mereka masih senang dan betah tinggal di daerah ini.
Alasan mereka belum mau pindah itu, masih kata Rusdan, karena mereka sayang dan cinta dengan daerah leluhur, tempat kelahiran mereka. Mereka punya historis yang sulit untuk dilupakan. ‘’Itu bukan berarti tidak mau mengikuti pemerintah daerah, tetapi memang karena rasa cinta yang mendalam akan daerah kelahiran mereka tadi. Mereka sudah menyatu dengan daerah ini,’’ terang Rusdan.
Karena warga sulit untuk pindah, katanya, pemerintah daerah memberikan tanah kepada 132 warga di daerah Tanjung Agung yang berbatasan dengan Sawah Lebar Baru dengan ukuran 15X20 perkapling. Alasannya, daerah ini agak tinggi dibandingkan dengan daerah Tanjung Agung yang berbatasan dengan Daerah Sukamerindu tersebut. Sehingga kalau hari hujan, mereka tidak direpotkan dengan banjir.
Tanah pemberian pemerintah ini, katanya, sudah dimanfaatkan warga untuk perumahan. Namun karena kondisi lokasinya yang kurang mendukung, mereka masih banyak yang tinggal di sepanjang Jalan Irian tersebut. ‘’Warga sudah menyatu dengan alam. Walaupun banjir, tidak terlalu jadi masalah. Sebab, rumahnya sudah dibuat tinggi dan dibuat tempat menyimpan peralatan rumah tangga kalau datang banjir.’’
Mantan lurah Tanjung Agung, Saharudin melalui Sekretarisnya, Nurmi SH yang ditemui Radar Bengkulu di ruang kerjanya kemarin mengatakan bahwa daerah Tanjung Agung ini luasnya hanya 9,6 hektare. Penduduknya juga hanya 821 jiwa. Kepala Keluarga (KK) ada 213. Mereka ini mendiami 3 rukun tetangga (RT) dan 1 rukun warga (RW).
Daerah ini letaknya sebelah utara berbatasan dengan Sukamerindu. Sebelah selatan dengan Kelurahan Tanjung Jaya. Timur dengan Semarang. Barat dengan Sawah Lebar Baru.
Penduduknya terdri dari berbagai etnis suku bangsa. Antara lain, Rejang, Lembak, Minang, Palembang, Jawa, Medan. ‘’Yang terbanyak adalah asli Tanjung Agung dari suku Lembak,’’jelasnya.