Dari segi tempat, melaksanakan salat, mari kita berjamaah di masjid, sebagaimana hadis Rasulullah yang artinya :
“Barangsiapa bersuci di rumahnya, kemudian berjalan ke salah satu rumah Allah (masjid) untuk melaksanakan kewajiban yang Allah tetapkan, maka kedua langkahnya yang satu menghapus kesalahan dan satunya lagi meninggikan derajat.” Artinya: “Shalat berjamaah lebih utama 27 derajat dibanding saalat sendirian.”
Dari segi kaifiyat pelaksanaan salat, mari kita kerjakan dengan tumakninah dalam melaksanakan salat, tidak terlalu cepat, tidak gerasa gerusuh, memahami arti bacaan salat, dan memanfaatkan sebaik-baiknya kesempatan berdoa sebelum dan sesudah salat.
Dari segi etika salat, mari kita biasakan salat berjamaah. Ada yang ditetapkan sebagai Imam, bagi mereka yang sudah memenuhi keriteria.
Seperti mengetahui syarat dan rukun salat, serta perkara yang membatalkan salat, Fasih dalam membaca ayat-ayat Al-Qur’an, luas wawasan ilmu agamanya, Berakal sehat, dan sudah baligh.
Jika seorang imam batal, maka dia harus mundur dan jamaah yang dibelakangnya maju menggantikan imam, dan melanjutkan gerakan dan bacaan salat hingga selesai.
Artinya, imam pengganti tidak perlu mengulangi salat dari awal lagi. Jika imam keliru, maka makmum berhak menegur, dengan cara mengucapkan subhanallah bagi laki-laki.
Jika keliru dibagian gerakan salat, dan dibenarkan bacaan jika kekeliruan imam dalam bacaan, dan perempuan dengan talfiq.
Seandainya etika salat berjamaah ini kita umpamakan kepada etika kepemimpinan bernegara, maka yang pertama harus kita memilih pemimpin yang memenuhi kriteria Kepemimpinan setidaknya memiliki sifat Siddiq, artinya benar, Amanah, artinya dapat dipercaya, tabligh, artinya menyampaikan dan fathonah, artinya cerdas.
Jika seorang pemimpin batal atau tidak mampu melaksanakan kepemimpinannya, maka dia harus mundur, digantikan untuk melanjutkan kepemimpinannya oleh orang yang dibelakangnya.