Tiap-tiap gereja bisa menentukan pilihan: siapa yang mau di bawah Indonesia dan siapa yang mau di bawah Nusantara. Toh jumlah gerejanya cukup banyak. Sudah memenuhi syarat untuk mendirikan satu sinode sendiri.
Memang ada juga keinginan untuk memperketat persyaratan mendirikan sinode. Saat ini sudah ada 95 sinode. Kecenderungannya akan bertambah terus. Setiap terjadi perselisihan di dalam satu sinode terlalu mudah untuk bersikap lebih baik pisah.
Bikin sinode sendiri. Daripada bertengkar terus.
Kepada teman-teman aktivis Islam saya pernah menjelaskan: banyaknya gereja baru jangan otomatis dinilai sebagai upaya Kristenisasi. Secara bercanda saya mengatakan ''mereka itu kalau bertengkar pilih memisahkan diri, lalu bikin gereja baru".
Tapi khusus Bethany kelihatannya tidak ada jalan lain. Biarlah ada dua sinode Bethany: Indonesia dan Nusantara.
Dengan demikian tidak ada lagi gereja yang terombang-ambing. Misalnya 15 gereja di Kaltara. Mereka Bethany tapi tidak mau di bawah Aswin. Pemda di sana hanya tahu Bethany Indonesia-nya Aswin. "Jemaat kami 15.000 di 15 gereja itu. Mereka memerlukan kepastian," ujar Samuel.
Kalau saja tidak bertengkar, sinode Bethany sudah termasuk sinode besar. Memang belum masuk 10 besar di Indonesia, tapi terkenal kaya rayanya.
Meski jumlah sinode terus bertambah tetaplah sinode terbesar adalah HKBP (Huria Kristen Batak Protestan) di Sumut. Lalu Gereja Bethel Indonesia (GBI). Bethany itu bisa dianggap sempalan dari GBI.
GEMIM di Sulut dan GPM di Maluku adalah nomor berikutnya. Lalu Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat (GPIB).
Banyak juga sinode berdasarkan daerah. Misalnya ada sinode Gereja Kristen Jawi Wetan (GKJW). Masih juga banyak gereja yang tidak bernaung di bawah satu sinode.
Gaya bertengkar di gereja itu macam-macam. Tapi penyelesaiannya sering sangat sederhana: nggak usah bertengkar, bikin gereja sendiri saja. (Dahlan Iskan)