Ibrahim menukas, "Akulah pemiliknya." Lelaki itu berkata, "Yang memasukkanku ke dalamnya adalah Dia Yang lebih memilikinya daripada engkau."
Ibrahim pun bertanya, "Kalau begitu, engkau ini malaikat apa?" Ia menjawab, "Aku Malaikat Maut."
Ibrahim kembali bertanya, "Bisakah engkau memperlihatkanku rupa sewaktu engkau mencabut nyawa seorang mukmin?" Ia menjawab, "Ya."
Lalu, Ibrahim menoleh. Tiba-tiba Malaikat Maut sudah dalam wujud seorang pemuda. Ia pun menyebut tentang keelokan parasnya, keindahan pakaiannya, dan keharuman aromanya.
Ibrahim berkata, "Wahai Malaikat Maut, seandainya seorang mukmin saat kematiannya hanya menjumpai rupamu ini, tentulah itu saja sudah cukup (membahagiakan)." Kemudian ia mencabut nyawanya, sebagaimana kata Abu Nu'aim dalam Al-Hilyah dan Al-Qurthubi dalam At-Tadzkirah.
Pada suatu ketika, Malaikat Maut kembali berjumpa dengan Nabi Ibrahim AS. Ibnu Umar menceritakan bahwa Malaikat Maut berkata, "Wahai Tuhanku, hamba-Mu, Ibrahim, merasa ngeri terhadap kematian."
Allah berfirman, "Katakanlah kepadanya bahwa sahabat karib (al-khalil) apabila berusia panjang, tentunya merasa rindu kepada sahabat karibnya, sehingga dia pergi menjumpainya."
Ibrahim berkata, "Benar, wahai Tuhanku, aku merasa rindu bertemu dengan-Mu." Dia pun diberi suatu aroma wewangian dan ketika menciumnya, seketika itu pula nyawanya dicabut. Kisah ini diriwayatkan oleh Ishaq bin Bisyr sebagaimana terdapat dalam At-Tahrir Al Murassakh.