Secara asasi, tugas-tugas dan pekerjaan rumah tangga tidak dibebankan di atas pundak para istri, sebagaimana pendapat-pendapat yang bisa dikumpulkan dari berbagai sumber fikih Islam.
Dalam kitab Badai' Ash-Shanai', salah satu kitab fikih dalam mazhab Hanafiah yang disusun oleh ulama besar Al-Imam Al-Kasani dijelaskan, "Seandainya suami pulang membawa bahan makanan yang masih harus dimasak dan diolah, lalu istrinya enggan untuk memasak atau mengolahnya, istri tidak boleh dipaksa. Suaminya diperintahkan untuk pulang membawa makanan yang siap santap."
Di Indonesia secara umum, kebiasaan dalam masyarakat atau budaya lokal adalah seorang istri wajib memasak, suami tinggal duduk menunggu makanan matang.
Ternyata syariat Islam yang sebenarnya justru tidak mewajibkan seorang istri memasak untuk suaminya. Demikian petikan fatwa resmi Mazhab Al-Hanafiyah dalam hal status hukum istri memasak makanan untuk suami.
Dari penjelasan tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa pekerjaan rumah tangga, termasuk memasak adalah tanggung jawab suami. Namun kembali lagi pada kondisi masing-masing.
Seorang istri yang dengan ikhlas melayani suami, termasuk mengerjakan pekerjaan rumah tangga maka akan berbalas pahala.(***)